Artikel
: DESI ARIYANTI NASPIN, M. Pd
Pembelajaran HOT’S, TANTANGAN, dan SOLUSI
Saat ini negara kita, Indonesia sedang menghadapi perubahan zaman yang sangat masif. Berbagai tantangan di era revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus kita hadapi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak untuk menghadapi dan menghadang perubahan tersebut. Era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi telah merasuki semua bidang kehidupan. Dan kita, mau tidak mau, siap atau tidak siap kita harus mampu beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan tersebut. Agar tidak ketinggalan zaman. Teknologi abad 21 seperti machine learning, artificial intelligence, internet of things, sampai 3d printing harus kita hadang dengan segala persiapan. Sehingga, kita harus mempersiapkan diri, merencanakan, dan menyusun strategi di tingkat negara untuk menghadapinya. Saat ini manusia dituntut agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem digitalisasi. Hal ini disebabkan karena semua aspek kehidupan telah berubah menggunakan sistem operasi digitalisasi.
Pendidikan
yang merupakan ujung tombak dari segala bidang kehidupan, harus senantiasa
hadir dan menjadi penghadang utama dalam menghadapi arus perubahan yang sangat
deras ini. Untuk menjawab tantangan tersebut, semua stakeholders pendidikan harus mampu berperan dan bersinergi aktif.
Tujuan dari pendidikan dikatakan berhasil jika telah dapat menghasilkan output
yang dapat mengikuti arus perubahan tersebut. Hasilnya adalah lulusan yang
dibekali dengan kemampuan digital (coding)
dan tingkat analisa yang tinggi. Oleh karena itu, sekiranya upaya pemerintah
menerapkan pembelajaran high thinking
order skill (HOT’S) telah dirasakan cukup mumpuni untuk menghasilkan
kompetensi lulusan seperti yang diinginkan.
Seperti
yang telah kita ketahui, pembelajaran HOT’S merupakan pembelajaran yang
berorientasi pada keterampilan berfikir tingkat tinggi dalam upaya peningkatan
kualitas pembelajaran dan lulusan. Hal ini merupakan salah satu program
Kemdikbud melalui Ditjen GTK sejak tahun 2017 yang lalu. Dalam pembelajaran
HOT’S yang telah dijalankan, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan
berfikir secara kritis (critical thinking)
yang membutuhkan penalaran dan kemampuan analisis yang tinggi, kreatif dan
inovatif (creative and innovative
thinking) dalam menyelesaikan masalah, memiliki kemampuan berkomunikasi (communication skill) dengan sesama, mempunyai
kemampuan bekerja sama (collaboration
skill) dengan orang lain, serta memiliki rasa kepercayaan diri (confidence) yang baik. Oleh karena itu,
semua keahlian ini wajib dimiliki oleh lulusan agar kelak dapat bersaing di
dunia yang serba digital saat ini.
Nyatanya
dalam menerapkan pembelajaran HOT’S ini tidak semudah seperti yang dibayangkan.
Hal ini dikarenakan indikator pencapaian kompetensi yang cukup tinggi, sehingga
diperlukan kemampuan dan kemauan yang kuat dari pelaksana. Untuk mensukseskan
program pemerintah ini memang sangatlah berat. Berbagai tantangan baik yang
datang dari dalam maupun dari luar harus mampu kita lalui sebaik mungkin.
Harapannya dengan kita menyadari berbagai tantangan tersebut, kita dapat
menyiapkan strategi dan solusi terbaik. Pertama, tantangan terbesar yang
dihadapi datang dari dalam pendidik itu sendiri. Yaitu, bagaimana pendidik
dapat menanamkan kepada peserta didik betapa pentingya arti pendidikan ini bagi
mereka. Disadari atau tidak, banyak peserta didik yang hanya datang dan duduk
di sekolah saja tanpa memahami arti pentingnya mengapa harus belajar. Mereka
hanya datang mendengarkan, menyimak, dan mengerjakan apa yang diperintahkan
oleh guru tanpa tau apa arti dari semua yang meraka lakukan. Apa manfaat
kedepannya. Mungkin inilah salah satu penyebab mengapa kualitas pendidikan di
Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Memang
tidak mudah bagi pendidik untuk menanamkan pemahaman tersebut. Diperlukan
sekali peran orang tua. Karena bagaimanapun orang tua yang mengenal anak lebih
dalam. Jika pihak yang terkait tidak dapat memaksimalkan perannya ditakutkan
akan memperumit masalah yang telah ada. Hal ini dikarenakan pendidikan tidak
hanya mencakup aspek teknologi saja, tetapi juga aspek sosiologi masyarakat
yang tumbuh, aspek sosiologi, aspek ekonomi masyarakat, bahkan aspek psikologi
anak yang sangat beragam.
Kedua,
perlu adanya peningkatan kompetensi pendidik. Tidak hanya kompetensi
profesional saja, namun ketiga kompetensi lainnya juga harus ditingkatkan. Pedagogik,
sosial bahkan kepribadian juga harus ditingkatkan. Karena kualitas pendidik
tidak hanya dapat diukur dari akademik profesionalistasnya saja, namun juga dari
tiga kompetensi lain yang saling memberi pengaruh terhadap karakter pendidik
itu sendiri. Ketiga, ketika ada program atau kebijakan baru alangkah baiknya
sekolah dapat memberikan sosialisasi kepada orang tua peserta didik. Dengan
demikian, orang tua mengetahui secara pasti apa yang terjadi dan program pendidikan
yang ada di sekolah sehingga orang tua dapat memberikan kontribusinya terhadap
masa depan anak-anaknya.
Keempat,
perlu adanya pemantapan secara pribadi kepada peserta didik melalui bimbingan
konseling dari guru BK di setiap satuan pendidikan. Guru BK harus berperan
aktif karena perbedaan karakter dari setiap peserta didik membuat tidak mudah
menyatukan visi dan misi. Selain itu, peran seluruh stakeholders yang
berkepentingan dalam bidang pendidikan juga sangat diperlukan. Kelima, sekolah
sudah saatnya membuat terobosan baru untuk melakukan pembelajaraan yang dapat
mengarahkan kemampuan, keahlian dan potensi peserta didik sesuai dengan minat
dan bakat masing-masing. Hal ini telah difasilitasi dengan beberapa model
pembelajaran HOT’S yaitu melalui problem
based learning dan project based
learning. Di dalam model tersebut pendidik dapat memaksimalkan perannya
sebagai fasilitator ketika peserta didik melakukan pembelajaran yang sesuai
dengan bakat dan minatnya.
Selanjutnya,
kepada pemangku kebijakan hendaknya kembali memperhatikan kesesuaian kurikulum
dan kompetensi dasar dari setiap materi pelajaran yang dibebankan kepada
peserta didik. Kelihatannya memang hal yang sepele, namun ketika pendidik
mengajarkan suatu konsep yang membutuhkan keterkaitan dengan konsep di mata
pelajaran lain itu menjadi hal yang berat. Seperti ada suatu benang yang
terputus antara setiap mata pelajaran. Hal ini tentu menjadi kendala dalam
mencapai ketuntasan belajar. Bagaimana peserta didik dapat mencapai materi
pengayaan jika materi prasyarat yang terkait dengan mata pelajaran lain belum
mereka dapatkan.
Seperti
inilah pemikiran sederhana. Harapan sebagai seorang pendidik memang tinggi.
Mendidik merupakan tugas mulia yang sangat berat, namun jika kita ihklas dan
tulus akan sangat besar pahala yang didapatkan. Pembelajaran high order thinking skill bagus, namun
tetap perlu disertai dengan berbagai solusi dan strategi yang tepat. Dengan
demikian kebijakan yang telah dicanangkan dan diprogramkan dapat dijalankan dengan
baik dan tepat guna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar