Rabu, 13 Mei 2020

Pendidikan HOTs


Artikel : DESI ARIYANTI NASPIN, M. Pd


Pembelajaran HOT’S, TANTANGAN, dan SOLUSI

           
Saat ini negara kita, Indonesia sedang menghadapi perubahan zaman yang sangat masif. Berbagai tantangan di era revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus kita hadapi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak untuk menghadapi dan menghadang perubahan tersebut. Era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi telah merasuki semua bidang kehidupan. Dan kita, mau tidak mau, siap atau tidak siap kita harus mampu beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan tersebut. Agar tidak ketinggalan zaman. Teknologi abad 21 seperti machine learning, artificial intelligence, internet of things, sampai 3d printing harus kita hadang dengan segala persiapan. Sehingga, kita harus mempersiapkan diri, merencanakan, dan menyusun strategi di tingkat negara untuk menghadapinya. Saat ini manusia dituntut agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem digitalisasi. Hal ini disebabkan karena semua aspek kehidupan telah berubah menggunakan sistem operasi digitalisasi.
Pendidikan yang merupakan ujung tombak dari segala bidang kehidupan, harus senantiasa hadir dan menjadi penghadang utama dalam menghadapi arus perubahan yang sangat deras ini. Untuk menjawab tantangan tersebut, semua stakeholders pendidikan harus mampu berperan dan bersinergi aktif. Tujuan dari pendidikan dikatakan berhasil jika telah dapat menghasilkan output yang dapat mengikuti arus perubahan tersebut. Hasilnya adalah lulusan yang dibekali dengan kemampuan digital (coding) dan tingkat analisa yang tinggi. Oleh karena itu, sekiranya upaya pemerintah menerapkan pembelajaran high thinking order skill (HOT’S) telah dirasakan cukup mumpuni untuk menghasilkan kompetensi lulusan seperti yang diinginkan.
Seperti yang telah kita ketahui, pembelajaran HOT’S merupakan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berfikir tingkat tinggi dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan lulusan. Hal ini merupakan salah satu program Kemdikbud melalui Ditjen GTK sejak tahun 2017 yang lalu. Dalam pembelajaran HOT’S yang telah dijalankan, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan berfikir secara kritis (critical thinking) yang membutuhkan penalaran dan kemampuan analisis yang tinggi, kreatif dan inovatif (creative and innovative thinking) dalam menyelesaikan masalah, memiliki kemampuan berkomunikasi (communication skill) dengan sesama, mempunyai kemampuan bekerja sama (collaboration skill) dengan orang lain, serta memiliki rasa kepercayaan diri (confidence) yang baik. Oleh karena itu, semua keahlian ini wajib dimiliki oleh lulusan agar kelak dapat bersaing di dunia yang serba digital saat ini.
Nyatanya dalam menerapkan pembelajaran HOT’S ini tidak semudah seperti yang dibayangkan. Hal ini dikarenakan indikator pencapaian kompetensi yang cukup tinggi, sehingga diperlukan kemampuan dan kemauan yang kuat dari pelaksana. Untuk mensukseskan program pemerintah ini memang sangatlah berat. Berbagai tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar harus mampu kita lalui sebaik mungkin. Harapannya dengan kita menyadari berbagai tantangan tersebut, kita dapat menyiapkan strategi dan solusi terbaik. Pertama, tantangan terbesar yang dihadapi datang dari dalam pendidik itu sendiri. Yaitu, bagaimana pendidik dapat menanamkan kepada peserta didik betapa pentingya arti pendidikan ini bagi mereka. Disadari atau tidak, banyak peserta didik yang hanya datang dan duduk di sekolah saja tanpa memahami arti pentingnya mengapa harus belajar. Mereka hanya datang mendengarkan, menyimak, dan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh guru tanpa tau apa arti dari semua yang meraka lakukan. Apa manfaat kedepannya. Mungkin inilah salah satu penyebab mengapa kualitas pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Memang tidak mudah bagi pendidik untuk menanamkan pemahaman tersebut. Diperlukan sekali peran orang tua. Karena bagaimanapun orang tua yang mengenal anak lebih dalam. Jika pihak yang terkait tidak dapat memaksimalkan perannya ditakutkan akan memperumit masalah yang telah ada. Hal ini dikarenakan pendidikan tidak hanya mencakup aspek teknologi saja, tetapi juga aspek sosiologi masyarakat yang tumbuh, aspek sosiologi, aspek ekonomi masyarakat, bahkan aspek psikologi anak yang sangat beragam.
Kedua, perlu adanya peningkatan kompetensi pendidik. Tidak hanya kompetensi profesional saja, namun ketiga kompetensi lainnya juga harus ditingkatkan. Pedagogik, sosial bahkan kepribadian juga harus ditingkatkan. Karena kualitas pendidik tidak hanya dapat diukur dari akademik profesionalistasnya saja, namun juga dari tiga kompetensi lain yang saling memberi pengaruh terhadap karakter pendidik itu sendiri. Ketiga, ketika ada program atau kebijakan baru alangkah baiknya sekolah dapat memberikan sosialisasi kepada orang tua peserta didik. Dengan demikian, orang tua mengetahui secara pasti apa yang terjadi dan program pendidikan yang ada di sekolah sehingga orang tua dapat memberikan kontribusinya terhadap masa depan anak-anaknya.
Keempat, perlu adanya pemantapan secara pribadi kepada peserta didik melalui bimbingan konseling dari guru BK di setiap satuan pendidikan. Guru BK harus berperan aktif karena perbedaan karakter dari setiap peserta didik membuat tidak mudah menyatukan visi dan misi. Selain itu, peran seluruh stakeholders yang berkepentingan dalam bidang pendidikan juga sangat diperlukan. Kelima, sekolah sudah saatnya membuat terobosan baru untuk melakukan pembelajaraan yang dapat mengarahkan kemampuan, keahlian dan potensi peserta didik sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Hal ini telah difasilitasi dengan beberapa model pembelajaran HOT’S yaitu melalui problem based learning dan project based learning. Di dalam model tersebut pendidik dapat memaksimalkan perannya sebagai fasilitator ketika peserta didik melakukan pembelajaran yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Selanjutnya, kepada pemangku kebijakan hendaknya kembali memperhatikan kesesuaian kurikulum dan kompetensi dasar dari setiap materi pelajaran yang dibebankan kepada peserta didik. Kelihatannya memang hal yang sepele, namun ketika pendidik mengajarkan suatu konsep yang membutuhkan keterkaitan dengan konsep di mata pelajaran lain itu menjadi hal yang berat. Seperti ada suatu benang yang terputus antara setiap mata pelajaran. Hal ini tentu menjadi kendala dalam mencapai ketuntasan belajar. Bagaimana peserta didik dapat mencapai materi pengayaan jika materi prasyarat yang terkait dengan mata pelajaran lain belum mereka dapatkan.
Seperti inilah pemikiran sederhana. Harapan sebagai seorang pendidik memang tinggi. Mendidik merupakan tugas mulia yang sangat berat, namun jika kita ihklas dan tulus akan sangat besar pahala yang didapatkan. Pembelajaran high order thinking skill bagus, namun tetap perlu disertai dengan berbagai solusi dan strategi yang tepat. Dengan demikian kebijakan yang telah dicanangkan dan diprogramkan dapat dijalankan dengan baik dan tepat guna.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar